aminherwansyah

Mengaktifkan Imajinasi Guru untuk Mengindahkan Implementasi Kurikulum Merdeka

Blog Amin Herwansyah | 22 Juni 2022

 Mengaktifkan Imajinasi Guru untuk Mengindahkan Implementasi Kurikulum Merdeka 

Oleh: Ade Munajat Kepala Sekolah SMAN 1 Nyalindung Kabupaten Sukabumi



Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun ajaran baru Juli 2022 mendatang akan mengimplementasikan kurikulum baru yakni Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini telah diujicobakan pada sejumlah sekolah disejumlah daerah kota kabupaten di Indonesia sejak awal tahun melalui program sekolah penggerak. Belakangan, sekolah-sekolah yang di luar projek uji coba didorong untuk melaksanakannya secara mandiri.

Dalam  pengamatan, hingga saat ini, dapat  diperoleh simpul  sementara, bahwa dihampir semua implementasi kebijakan selalu ditemukan celah distorsi. Tidak terkecuali implementasi kurikulum merdeka. Celah distorsi akan dapat terlihat menganga  ketika kurikulum sebagai dokumen dibaca pahami guru menjadi kurikulum sebagai yang ia ingat dalam memorinya. Distorsi dapat berlanjut ketika kurikulum sebagaimana yang diingat oleh guru itu menjadi kurikulum operasional yang berlangsung di dalam ruang-ruang kelas disekolah-sekolah kita.

Sejauh pengamatan hingga saat ini, diperoleh kesan kuat bahwa distorsi bukan hanya akan ada dalam bayangan pikiran tetapi ia akan sungguh-sungguh menjadi kenyataan. Pelatihan-pelatihan para kepala sekolah penggerak, guru-guru penggerak termasuk berbagai organisasi pendidikan yang didorong menjadi mesin implementasi kurikulum merdeka masih berputar pada persoalan teknis administrasi seperti penyusunan kurikulum operasional sekolah, teknis penguatan profil pelajar Pancasila, rumusan teknis capaian pembelajaran hingga asesmen.

Pelatihan semacam tersebut penting sebagai penuntun tingkah laku birokrasi kepala sekolah dan guru. Akan tetapi ketika hal itu menjadi melembaga dan kaku sebagaimana terjadi pada Kurikulum 2013, maka kurikulum akan melahirkan para kepala sekolah dan guru-guru yang partisan. Para kepala sekolah dan guru akan menjadi pemihak saja bagi kurikulum merdeka. Diandaikan hal tersebut terus berlanjut tanpa dikoreksi, implementasi kurikulum ini akan memerangkap guru pada persoalan lama, berupa, guru sibuk mengurus soal administrasi pembelajaran dan abai pada api semangat sebagaimana dikehendaki oleh kurikulum baru ini.

 Apa yang luput dari perhatian para pengembang kurikulum ini?

Sejatinya kepala sekolah dan guru harus menjadi bagian dari konsep living curriculum. Mereka adalah kurikulum yang hidup dan berjalan. Kurikulum adalah guru. Guru adalah kurikulum. Guru dan kurikulum harus sama sebangun. Hal itulah yang tampaknya luput dalam mengindahkan implementasi kurikulum hari ini.

Mengaktifkan potensi imajinasi guru sangat penting untuk mendorong agar guru tidak menjadi partisan. Imajinasi dalam hal ini adalah kemampuan daya pikir untuk membayangkan dalam angan-angan bahwa apa yang dilakukan oleh guru dapat mewujud nyata dalam laku sosial anak pada kehidupan sehari-hari setelah pembelajaran diakhiri di dalam ruang-ruang kelas. Tanpa mengaktifkan imajinasi guru dengan maksud tersebut, dan hanya membekali guru dengan pengetahuan teknis administrasi, dapat diduga, tidak akan pernah lahir guru visioner tranformasional yang meyakini bahwa kehadirannya sebagai guru akan dapat membelajarkan anak  selanjutnya mewujudnyatakan tujuan kurikulum dari konsep ke realitas dalam diri anak sebagai penanda identitasnya sebagai guru professional.

Mengaktifkan potensi imajinasi guru dapat berupa menstimulan akal pikiran guru untuk dapat membayangkan agar anak terpenuhi rasa ingin tahunya melalui serangkaian  proses pencarian yang dilakukan anak di bawah bimbingan guru. Jembatan untuk sampai pada hal itu dapat saja diajukan pertanyaan seperti, “apa yang ingin aku ketahui?”, “bagaimana cara agar aku dapat tahu (memeroleh pengetahuan yang aku inginkan)”, “(pengetahuan) apa yang aku peroleh?”, “(setelah memeroleh pengetahuan) apa manfaatnya bagiku dengan pengetahuan yang telah aku peroleh ini?”, “ (lalu membayangkan) bahwa dengan memeroleh pengetahuan ini, aku akan dapat…”, lalu ujung serangkai pertanyaan ini adalah “Apa tindakan nyata yang dapat aku lakukan dalam kehidupanku sehari-hari, hari ini, disini”. dapat juga ditambahkan semacam “laporan perasaan” selama praksis guna memberi resonansi pada anak bahwa ilmu pengetahuan yang aku peroleh membuatku menjadi berarti dalam kehidupan sosial lingkungan dimana aku berada dan bergaul di dalamnya.

Perihal mengaktifkan imajinasi guru ini harus sacara terus menerus digaungkan dan dievaluasi. Baik pada saat pelatihan guru, pada saat guru melaksanakan praktik pembelajaran dan assesmen, serta setelah periode tertentu guru melaksanakan assesmen.

Buah dari aktivasi imajinasi guru ini, ialah, kurikulum sebagai gagasan akan  menjadi selaras dengan kurikulum sebagaimana diidamkan oleh para pendesain kurikulum seturut dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana amanat dalam Pembukaan UUD 1945 bahwa kita harus mencerdaskan kehidupan bangsa seraya membangun jiwa dan raganya.

Semoga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar