aminherwansyah

Mengapa Perlu Ada Kurikulum Prototipe

Blog Amin Herwansyah | 5 Januari 2022

Tulisan Mas Nino (Anindito Aditomo) , Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek RI di Facebook beliau.

A.  MENGAPA PERLU ADA KURIKULUM PROTOTIPE?

Kita mengalami krisis belajar (learning crisis) sejak cukup lama. Studi-studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa banyak siswa kita yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Studi-studi tersebut juga menunjukkan bahwa ada kesenjangan besar antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Setelah pandemi, krisis belajar ini menjadi semakin parah.

Untuk mengatasi krisis belajar kita perlu perubahan yang sistemik. Kualitas guru dan kepala sekolah tentu menjadi faktor kunci. Tapi kualitas pembelajaran juga dipengaruhi oleh kurikulum yang digunakan. Kurikulum menentukan materi yang diajarkan di kelas. Kurikulum juga mempengaruhi kecepatan dan metode mengajar yang digunakan guru.

Betul bahwa guru yang hebat akan bisa menerapkan pembelajaran yang baik, apa pun kurikulumnya. Tapi kurikulum yang baik bisa mendorong sebagian besar guru untuk berfokus pada tumbuh kembang karakter dan kompetensi murid. Kurikulum yang baik tidak memaksa guru untuk “kejar tayang materi”, melainkan mendorong guru untuk lebih memperhatikan kemajuan belajar muridnya.

Untuk itulah Kemendikbudristek mengembangkan kurikulum prototipe: sebagai bagian penting upaya memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami. See less

B. APA PERGANTIAN INI TIDAK TERLALU CEPAT? KESANNYA SEPERTI GANTI MENTERI GANTI KURIKULUM 

Bicara soal pergantian kurikulum, kita perlu bedakan antara kerangka kurikulum nasional dan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang digunakan guru untuk merancang pembelajaran. Kerangka kurikulum nasional ditetapkan pemerintah sebagai acuan para guru menyusun kurikulum tingkat satuan pendidikan.

Untuk kurikulum nasional, saya setuju bahwa seharusnya tidak berubah terlalu cepat. Dan sebenarnya laju perubahan kurikulum nasional sudah melambat. Mari kita cek perubahan kurikulum nasional yang terjadi setelah ada UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003: KBK tahun 2004, KTSP tahun 2006, dan K-13 tahun 2013. 

Kurikulum prototipe akan menjadi kurikulum nasional pada tahun 2024. Dengan kata lain, pergantian berikutnya baru akan terjadi setelah kurikulum yang sebelumnya (K-13) diterapkan 11 tahun dan melewati setidaknya empat menteri pendidikan (M. Nuh, Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, dan Nadiem Makarim). Ini waktu yang cukup untuk menetapkan pergantian kurikulum. 

Dan “ganti menteri ganti kurikulum” itu miskonsepsi, keliru secara faktual.

Sekarang kita bicara kurikulum sekolah. Berbeda dengan kerangka nasional, kurikulum sekolah justru harus lebih sering diubah, diperbaiki secara rutin berdasarkan evaluasi penerapan pada tahun atau bahkan semester sebelumnya. Kurikulum sekolah juga perlu di-update karena adanya perubahan karakteristik murid serta perkembangan isu kontemporer. 

Karena itu, kerangka kurikulum nasional juga harus memberi ruang inovasi. Kerangka kurikulum nasional harus betul-betul dirancang sebagai kerangka, sebagai skeleton, yang bisa dan harus dikembangkan lebih lanjut oleh masing-masing sekolah. 

Jika kerangka nasionalnya dirancang secara preskriptif, misalnya dengan memasukkan terlalu banyak materi wajib dan mengunci jam pelajaran per minggu, maka sekolah akan sulit berinovasi dalam menyusun kurikulum yang sesuai kebutuhannya. 

Intinya, kita perlu sebuah kerangka kurikulum nasional yang relatif ajeg, tidak cepat berubah, tapi memungkinkan adaptasi dan perubahan yang cepat di tingkat sekolah. Inilah yang kami lakukan dengan merancang kurikulum prototipe.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar